Niatlah atas nama Allah

Suatu Kebaikan menjadi bernilai bila dilakukan dengan ikhlas, dan akan menjadi celaka bila dilakukan dengan pamrih, Fastabiqul Khoirot - Berlomba-lombalah dalam kebaikan dengan niat karena Allah

Saturday, November 1, 2014

Kasus Upload Photo Porno Editan Arsyad Assegaf Cermin Akhlaq Hancur


Setelah kasus penangkapan seorang pemuda bernama Muhammad Arsyad alias Arysad Assegaf alias Imen warga Ciracas, Jakarta Timur mencuat di media massa atas Kasus Penghinaan dan Penodaan terhadap Jokowi dan Megawati.

Pemuda dengan usia 24 tahun, kija dilihat dari mentalitas psilologi, sudah menunjukkan usia yang matang dan bisa membedakan yang baik dan buruk, hal ini berkaitan dengan akhlaq.
Arsyad merupakan pemuda lulusan SMP yang bekerja sebagai buruh pembuat tusuk sate, memang sosok yang gaul akan tekhnologi Informasi. Menjadikan media sosial sebagai media kreasinya dan dunia politik yang menghinggapinya, mendukung salah satu calon Presiden yang kalah dalam Pilpres Juli lalu, ini tak lepas dari aktivitasnya di Majelis Taklim yang ia ikuti.

Pembuatan gambar itu tentunya dia harus download terlebih dahulu dan masuk ke situs porno yang seharusnya seorang muslim yang aktif di majelis taklim pasti haram untuk membuka situs porno, apalagi mendownloadnya?

Dengan modal aplikasi gambar yang dia miliki, dia sengaja membuat dan mempublikasikannya sebuah gambar porno dengan gambar yang sudah direkayasa sedemikian rupa, dengan harapan mendapat dukungan dari para pendukung Capres yang kalah.
Tentunya, dia mendapat banyak applaus atas kepandaian itu, meskipun itu hal kejahatan, akan mendapat respon sama2 jahatnya dari orang yang pro dengan pemikiran dan kebenciannya.

Penjelasan Dirtipideksus Mabes Polri Brigjen Pol Kamil Razak,
"Muhammad Arsyad sendiri yang membuat dan mengedit foto seronok Jokowi dan Megawati Soekarnoputri; Arsyad kemudian menyebarnya melalui Facebook bernama Arsyad Assegaf. MA ditangkap karena dia memuat, menyebarkan dan memperbanyak gambar pornografi (Jokowi-Megawati). Atas perbuatannya, ia melanggar UU Pornografi dengan Pasal Pornografi sesuai UU Nomor 44 Tahun 2008 dengan ancaman 12 Tahun Penjara. Tak hanya itu Polri juga melapisi dengan UU KUHP Pasal 310, 311 soal pencemaran nama baik."
141463495772209550
Sumber: Muhammad Arsyad, tersangka pencemaran nama baik Presiden Joko Widodo/Foto Rakhmatulloh
Muhammad Arsyad bukan sekedar tukang sate biasa; ia adalah tukang sate gaul, aktif di Majlis Taklim, dan juga 'ngerti main facebook dan politik, termasuk dukung mendukung Calon Presiden.' Kelebihan itulah yang menjadikan dirinya rajin gunakan photoshop atau pun photostudio, aplikasi yang mudah digunakan, dalam rangka membuat "foto/image baru'
Kali ini, sasarannya adalah Jokwi dan Megawati, yang mungkin saja akibat dari ketidaksukaan M Arsad (dan kelompoknya) terhadap Jokowi dan Megawati. Arsad pun mengedit dan mengunggah gambar editan telanjang berwajah Joko Widodo ke media sosial Facebook. Suatu ketrampilan dan ekspresi miring yang luar biasa. Mungkin saja, setelah itu, muncul kepuasan tersendiri pada batinnya, karena berhasil memperlihatkan "karya cemerlang" yang penuh kebencian terhadap orang lain Tujuannya jelas, membangun pandangan publik, terutama pengguna media sosial yang tak paham foto editan atau tidak, bahwa itulah "kelakuan Megawati dan Jokowi."
Muhammad Arsad, yang bukan tukang sate biasa, kini ada di/dalam tahanan Mabes Polri; ia harus mempertanggungjawabkan kelakuannya yang luar biasa.
"Pembelaan Publik"
Setelah ada publikasi tentang penahanan Muhammad Arsad, banyka orang mulai ribut; media pemberitaan, penyiaran, cetak, media sosial, politisi, pengguna internet, ramai-ramai membela MA atau pun, bersyukur karena MA di tahan; penahanan itu merupakan konsekuensi dari perbuatannya yang sangat tak bermartabat.
Reaksi yang hampir sama, juga datang dari politisi Demokrat yang menyebut, selama 10 tahun SBY dibully, ia biasa-biasa saja; dan tak mangkap siapa pun. Ada  juga berpendapat bahw Presiden Joko Widodo, sedang diuji oleh Tuhan, dan harus memaafkan MA. Dan masih banyak lagi ungkapan pembelaan tehadap Si Tukang Sate tersebut.
Para pembela MA, hanya melihat dia hanya atau sekedar tukang sate biasa; bukan sebagai seseorang yang telah melakukan penghinaan yang di luar bisa terhadap orang lain. Bagi mereka, MA hanya manusia biasa, dan perlu dimaafkan; sebaliknya, Presiden menerima semua penghinaan tersebut.
Agaknya para pembela MA, setuju dengan cara penghinaan yang dilakukan MA, sehingga mereka menerimanya; dan cenderung menyalahkan Mabes Polri dan Presiden Jokowi. Bahkan, membandingkan dengan presiden sebelumnya yang "rela dibully" oleh/dan di media sosial. Mereka lupa bahwa, akibat "kerelaan itu" maka pandangan dan value seorang Presiden menjadi jatuh dan tak bermakna. Sehingga ketika presiden melakukan "apa saja," maka langsung mendapat tanggapan negatif

Bahkan Jaringan Merah Putih pun, Jaringan dari Koalisi Merah Putih prihatin atas kasus yang menimpanya, sumbangan keprihatinan mengalir dengan memberikan santuna sebesar Rp. 35 juta kepada keluarga Arsyad.

Ada trend baru kayaknya , Santunan Kejahatan