Gaji Besar dan Fasilitas Mewah, Anggota DPR Tetap Dapat Pensiunan, Meski Koruptor
Halaman 1 dari 2
Penampilan sejumlah anggota DPR saat menunggu sidang paripurna. (Foto - detikcom)
Jakarta - Sejumlah pegiat antikorupsi meminta
uang pensiun bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, baik yang terlibat
tindak pidana korupsi atau tidak harus dihapus. Apalagi selama menjadi
legislator di Senayan, mereka sudah mendapatkan fasilitas mewah, dan
gaji yang besar. “Apa dasarnya mereka (DPR) menerima pensiun. Mereka pejabat publik yang hanya menjadi pejabat itu selama 5 tahun, dan selama 5 tahun itu mereka mendapatkan fasilitas yang sangat mewah dan besar dari Negara,” kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang kepada detikcom, Rabu (6/11) lalu.
Direktur Monitoring, Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Ronald Rofiandi menyebut dalam satu bulan seorang anggota DPR bisa mendapat gaji sekitar Rp 50 juta. Memang gaji pokoknya hanya Rp 4,2 juta.
Namun, selain gaji pokok ada uang tunjangan saat membahas sebuah rancangan undang-undang, tunjangan komunikasi, dan uang reses. “Itu (Rp 50 juta) untuk anggota biasa yang hanya kebagian membahas satu rancangan undang-undang. Kalau lebih dari satu RUU tinggal kalikan saja. Belum lagi kalau duduk di tim pengawas. Bisa membawa pulang Rp 100 juta,” kata Ronald kepada detikcom, Kamis (7/11) kemarin.
Menurut Ronald pemberian uang pensiun kepada mantan anggota DPR perlu dikaji kembali. Dia mencontohkan di beberapa negara di luar negeri pemberian uang pensiun ke mantan legislator tidak berlaku seumur hidup. “Sifatnya juga terbatas dan besarannya tidak ditentukan oleh anggota DPR,” kata Ronald.
Di Inggris misalnya, hak keuangan anggota parlemen termasuk pensiun memang diatur dalam undang-undang. Namun materinya dibahas komite adhoc yang independen. Anggota komite itu adalah mantan pejabat Negara sehingga tidak punya kepentingan langsung dengan isi pembahasan.
Merekalah yang mengkonsep jenjang gaji tertinggi dan terendah seluruh pejabat Negara mulai dari hakim anggota parlemen, menteri, hingga presiden
Wacana ini pernah muncul di DPR ketika mempersoalkan gaji Deputi Gubernur Bank Indonesia. Saat itu muncul rencana mengkaji keseluruhan gaji, pensiun, dan hak keuangan lain pejabat setingkat menteri dan anggota parlemen.
“Wacana itu konsekuensinya perubahan UU 12 tahun 1980, tapi ternyata (revisinya) enggak pernah disentuh, karena revisi itu akan mengganggu kepentingan mereka (anggota DPR) sendiri,” ujar Ronald.
Wal hasil hingga kini Negara masih harus membayar uang pensiun kepada sejumlah mantan anggota DPR, termasuk yang sudah menyandang status narapidana korupsi. Jumlah dana pensiun yang diberikan kepada anggota dewan bervariasi sesuai masa jabatannya.
Dasar hukum pemberian pensiun bagi DPR diatur dalam UU nomor 12 tahun 1980 tentang hak keuangan/administrative Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi /Tinggi Negara serta BEkas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Dalam pasal 13 ayat 2 disebutkan, besarnya pensiun pokok per bulan adalah 1 persen dari dasar pensiun untuk tiap-tiap 1 bulan masa jabatan, dengan ketentuan bahwa besarnya pensiun pokok sekurang-kurangnya 6 persen dan sebanyak-banyaknya 75 persen dari dasar pensiun.
“Skemanya sama seperti pensiunan pegawai negeri sipil, diberikan sampai (yang bersangkutan) meninggal,” kata Sebastian. Semestinya menurut dia undang-undang tersebut diubah dan hak pensiun bagi anggota DPR dihilangkan. Apalagi saat ini wakil rakyat yang duduk di DPRD juga tidak mendapatkan uang pensiun
No comments:
Post a Comment
Mohon tinggalkan pesan, kritik yang membangun agar Blog ini dapat bermanfaat. Terima Kasih